Yayasan Baraoi Mutiara Borneo (Bambo Foundation) | NGO Bidang Pendidikan, Sosial dan Lingkungan | Desa Tumbang Baraoi, Petak Malai, Katingan Kalimantan Tengah - Indonesia 74459

Sabtu, 20 Maret 2021

Terlalu Dekat Dengan Hutan, Gedung Walet Bahayakan Satwa Liar

www.bambofoundation.org- Konflik antara satwa dan manusia menjadi sesuatu yang tak terhindarkan seiring banyaknya aktivitas manusia yang bersinggungan dengan alam. Cerita tragis Orangutan, Bekantan, Beruang, hingga Harimau yang terbunuh karena masuk pemukiman atau perkebunan warga adalah beberapa contoh ironi yang membuat miris hati.

Antang Alem

Muhammad Jumani, Pendiri Yayasan Baraoi Mutiara Borneo (Bambo Foundation) yang salah satu programnya bergerak dibidang lingkungan menjelaskan satwa-satwa tersebut dianggap sebagai hama atau ancaman karena harus berjuang hidup ditengah himpitan minimnya sumber pakan atau buruan akibat semakin masifnya kerusakan hutan dan alih fungsi lahan yang menjadi habitat mereka. Padahal semua itu tak lain karena insting bertahan hidup yang menuntunnya mengambil resiko memasuki pemukiman mencari makan sekedar agar tidak mati kelaparan.

Antang Alem

Kisah malang yang dialami contoh hewan-hewan di atas yang harus berhadapan dengan manusia juga tak luput dialami oleh Alap-Alap Walet (Falco subbuteo) burung dari keluarga Falconidae yang oleh sebagian masyarakat Katingan dikenal dengan sebutan “Antang Alem”.


Burung yang dalam bahasa Inggris disebut Eurasian hobby ini adalah salah satu jenis burung pemangsa berukuran kecil dan ramping dengan panjang tubuh antara 29-26 cm. Rentang sayapnya dapat membentang hingga 84 cm. Berat tubuhnya sangat ringan di mana jantan hanya 131-232 gram dan betina sekitar 141-340 gram sehingga wajar sangat efektif menjadikannya seekor predator handal.

Jumani, sapaan akrab laki-laki yang juga Guru di SMAN 1 Petak Malai ini menuturkan di beberapa daerah termasuk Katingan, Alap-alap walet sering kali dicap sebagai hama karena diyakini kerap memangsa burung walet menjelang malam hari ketika burung-burung tersebut akan masuk ke pintu gedung-gedung yang dibangun untuk mereka bersarang. Karena kebiasaan inilah ia mendapat julukan “Antang Alem” atau jika dalam bahasa Indonesia berarti “Elang Malam”.

“Hewan memiliki insting yang menuntun mereka pada mangsa”, ujar Jumani di Petak malai, Selasa.

Potensi menggiurkan dari bisnis sarang burung walet membuat gedung-gedung sarang burung walet menjamur tidak hanya di daerah pemukiman tetapi juga daerah-daerah pinggiran hutan yang sejatinya merupakan habitat Si “Antang Alem”.  Konflik pun tak bisa terhindarkan antara pemilik gedung dan hewan malang tersebut. Dampaknya Si “Antang Alem” kerap diburu dengan senapan atau dijebak menggunakan jaring khusus Karena dianggap sebagai hama.

Meskipun saat ini IUCN Red List masih menetapkan satwa ini dalam status kurang mengkhawatirkan namun perdagangan Alap-alap walet masuk dalam katagori Appendix II, di mana perdaganganya harus mengikuti peraturan tertentu, selain itu upaya perlindungan hewan ini juga diatur dalam PP no 7 tahun 1999.

Kekhawatiran terhadap kelestarian alam termasuk isu-isu lingkungan semisal konflik satwa liar dengan masyarakat seperti inilah yang mendorong Jumani melalui Bambo Foundation aktif mendukung pemerintah dalam bidang lingkungan melalui berbagai kegiatan, salah satunya dengan menggagas Program Peduli jantung Borneo (PJB) pada tahun 2019 dengan merintis Taman Biodiversitas di Desa Tumbang Baraoi, Kecamatan Petak Malai, Kabupaten Katingan.

Jumani berharap, upaya-upaya atau langkah-langkah konkrit untuk menjaga flora dan fauna dari ancaman kepunahan harus dipikirkan sedini mungkin tidak hanya oleh pemerintah tetapi seluruh komponen masyarakat. Sebab hutan dan kekayaan alam yang ada saat ini adalah titipan anak cucu kita kelak yang harus kita jaga dan pertanggungjawabkan. 

Share:

Senin, 15 Februari 2021

Pesona Bukit Bangapan Desa Batu Tukan, Petak Malai

www.bambofoundation.org, Petak Malai – Keindahan panorama alam, ragam jenis pepohonan, pesona anggrek spesies dan variasi jenis serangga di Bukit Bengapan atau  Bangapan desa Batu Tukan Kecamatan Petak Malai  merupakan potensi wisata alam yang sayang jika tidak dikelola dan dikembangkan. 

spot foto bukit bengapan

Bukit Bengapan, adalah salah satu di antara beberapa bukit yang terletak di Kecamatan Petak Malai Kabupaten Katingan. Tempat ini selain memiliki puncak dengan pemandangan alam yang indah juga kerap digunakan untuk keperluan gelar ritual adat masyarakat setempat.  Karenanya bagi masyarakat sekitar Bukit Bengapan sudah sangat familiar.

Bukit Bengapan

Untuk menuju lokasi kita bisa menggunakan transportasi darat  dari Kasongan, Ibu kota Katingan menuju Desa Batu Tukan dengan waktu tempuh kurang lebih 4 jam.  Rutenya yakni, Kasongan-Tumbang  Kaman- Tumbang Manggu-Batu Tukan atau bisa juga start dari Tumbang Samba - Tumbang Kaman - Tumbang Manggu - Batu Tukan dengan waktu tempuh sekitar 2,5 jam. Untuk diketahui, setelah Tumbang Kaman, kendaraan akan melewati jalan tidak beraspal milik perusahaan HPH (kayu). Untuk itu jika belum terbiasa disarankan menggunakan kendaraan dobel gardan dan supir yang sudah mengenal medan dengan baik atau menggunakan "taksi" lokal.

Objek wisata di Katingan

Di desa Batu Tukan, setelah melapor ke kepala desa atau tokoh masyarakat setempat perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan air  berupa perahu ces, kelotok atau alkon. Ketiga mode transportasi ini sama-sama perahu bermesin namun beda ukuran dan jenis mesin saja. 

Objek Wisata Bukit Bangapan

Waktu tempuh menggunakan transportasi air dari desa Batu Tukan ke kaki bukit Bengapan kurang lebih 10-15 menit, selanjutnya perjalanan menuju puncak bukit dilanjutkan dengan berjalan kaki. Waktu tempuh sampai ke puncak bervariasi, tergantung seberapa sering mengambil jeda istirahat. Umumnya, rata-rata untuk mencapai puncak adalah 45 menit hingga 1 jam.

Meski harus melalui medan yang cukup sulit namun mereka yang pernah mendaki bukit ini mengaku puas dengan sajian panorama alam puncak Bukit Bengapan. Selain bisa melihat desa terdekat, dari atas puncak kita juga bisa melihat bukit lain seperti Bukit Tandu dan deretan pegunungan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya.

Di kawasan ini juga terdapat sebuah kolam mata air. Sebelum pulang biasanya para pengunjung  menyempatkan diri untuk mampir di kolam “Telaga antang patahu”  untuk sekedar mencuci muka atau menyimpannya dibotol untuk dibawa pulang. Air telaga ini unik karena berwarna merah bata. Sebagian masyarakat percaya air ini memiliki khasiat dapat menyembuhkan berbagai penyakit. 

Share:

Minggu, 07 Februari 2021

Tanam tiga dari empat varietas rambutan asal kalimantan

www.bambofoundation.org - Perlahan dan pantang menyerah, upaya mewujudkan mimpi memiliki kebun buah dan tanaman langka khususnya yang tumbuh di Kalimantan terus dilakukan. Mengawali tahun 2021, Bambo Foundation melalui program Peduli Jantung Borneo (PJB) mendapatkan berkah dengan hadirnya kurang lebih 45 bibit rambutan hasil cangkok yang siap tanam di lahan baru sekaligus menyulam bibit yang mati pada kegiatan penanaman sebelumnya. 

Empat Varietas rambutan kalimantan

Tidak hanya rambutan, ada jambu kristal, sawo, durian, jambu bol, dan lengkeng yang jika ditotal jumlahnya sekitar 70-an.  Bibit-bibit ini dipesan dari penjual bibit keliling yang berasal dari kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Adalah Iwan penjual bibit yang sudah sekian tahun menjajakan berbagai bibit buah hasil perbanyakan vegetatif baik cangkok, okulasi, ataupun sambung pucuk di area Kasongan, Tumbang Samba, Hingga Tumbang Senamang. 

Tidak main-main, perjalanan panjang Iwan dari Kapuas menuju Desa Tumbang Baraoi sendiri membutuhkan waktu kurang lebih tiga hari dengan menempuh jarak lebih dari 300 km. Iwan bercerita, Ia harus beberapa kali singgah dan menginap karena cuaca yang kurang bersahabat di musim penghujan. Namun tuturnya musim seperti ini tidak sepenuhnya berdampak negatif sebab penjualan bibit buah cenderung lebih tinggi di musim penghujan dibanding pada musim kemarau. 

Bibit buah yang paling laris manis dibeli masyarakat ungkapnya adalah jenis rambutan. Iwan membawa tiga dari empat varietas rambutan unggul asal Kalimantan Selatan yang sudah mendapat pengakuan yakni "Si Batuk Ganal" atau biasa dikenal Rambutan Batuk, Rambutan Garuda dan Rambutan Antalagi. Harganya bervariasi, untuk pengantaran sampai di Desa Tumbang Baraoi misalnya, harga bibit rambutan berkisar Rp 25 ribu - Rp 35 ribu. Sedangkan bibit yang lain semisal lengkeng, dan jambu kristal di kisaran Rp 70 ribu, dan yang termahal bibit durian di kisaran Rp 100-150 ribu tergantung jenis atau varietasnya. 

Rambutan Antalagi adalah yang paling banyak di antara bibit hasil cangkok yang kami borong, di ikuti varietas Batuk dan terakhir Garuda yang hanya tersisa sekitar enam tanaman. Keputusan untuk membeli seluruh bibit rambutan ini karena beberapa pertimbangan di antaranya perawatan yang relatif lebih mudah, daya adaptif yang tinggi, serta harganya yang relatif terjangkau. 

Sebagaimana diungkapkan oleh BMKG pada Oktober 2020 lalu, diprediksi hingga Mei 2021 Indonesia akan mendapatkan pengaruh fenomena La Nina, di mana Indonesia akan mengalami "kemarau basah" yakni meningkatnya curah hujan yang dapat mencapai 40% dari biasanya. Anomali ini memang harus diwaspadai karena untuk beberapa wilayah rawan bencana banjir dan longsong, namun fenomena ini juga memiliki sisi positif yakni dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan upaya perluasan pertanian khususnya untuk daerah kering. Ayo manfaatkan momen ini untuk menanam pohon #1day1tree 


Share:

Sabtu, 05 Desember 2020

Kembali Tanam Puluhan Buah Lokal di Hari Tanam Pohon

www.bambofoundation.org- Yayasan Baraoi Mutiara Borneo atau yang biasa disingkat Bambo Foundation bersama relawan kembali menanam puluhan bibit buah lokal di Lokasi Miniatur Kebun Buah dan Tumbuhan Langka, Jl. Batu Tumbung Desa Tumbang Baraoi Kecamatan Petak Malai Kabupaten Katingan Sabtu 28 November 2020.

Hari tanam pohon 2020


Peduli Jantung Borneo


Kegiatan yayasan baraoi mutiara borneo

Masih dilokasi yang sama, kegiatan tanam pohon ini merupakan yang kedua kalinya setelah penanam pertama yang dilaksanakan bertepatan dengan kegiatan Kemah Bakti Literasi, Agustus 2019 lalu. 

Tanam pohon katingan

Puluhan buah-buahan lokal yang ditanam beberapa di antaranya sudah terbilang langka dan sulit di jumpai. Jenis-jenis buah lokal yang ditanam kesemuanya merupakan hasil pembibitan sendiri yang berasal dari semai biji. Adapun untuk mendapatkan biji buah-buahan ini Bambo Foundation tidak hanya mengumpulkan  dari desa Tumbang Baraoi saja  tetapi juga dari desa-desa lain di wilayah Petak Malai seperti desa Tumbang Jala, Batu Tukan dan Dusun Tumbang Papi. 

cara jadi relan kegiatan lingkungan

kebun buah di katingan

Spesies tumbuhan lokal tersebut antara lain Durian (Durio zibethinus), Paken (Durio kutejensis), Durian Kerai/ Durian Gundul (Durio sp), Belimbing Darah/ Umbing (Baccaurea angulata), Asam Pangi (Mangifera pajang), Asam putar (Mangifera torquenda), Kapul (Baccaurea macrocarpa), Buah Bahkau (Aglaia sp), Tenggaring/ maritam (Nephelium ramboutan-ake), Siwau (Nephelium sp),  serta beberapa buah-buahan umum seperti Manggis, Langsat, Jambu Biji, Mangga, Kweni, Cempedak dan Rambutan. 

kegiatan peduli jantung borneo

jenis buah langka di katingan

Meski jumlahnya tidak seberapa, kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran bagi seluruh lapisan masyarakat khususnya generasi muda untuk dapat turut andil dan berkontribusi aktif dalam upaya pelestarian lingkungan. 

Share:

Kamis, 19 November 2020

Tractor Millipede, Si "Punggung Datar" dari Hutan Borneo

www.bambofoundation.org- Tractor Millipede adalah satu sekitar 5000 jenis bangsa (ordo) Polydesmida yang hidup di bumi. Dengan angka yang fantastis tersebut Polydesmida diyakini sebagai ordo kaki seribu paling banyak spesies atau jenisnya. 

Traktor Millipede

Tractor Millipede sendiri sejatinya bukan menunjuk pada satu jenis melainkan nama yang umum digunakan untuk kelompok kaki seribu berpunggung datar. Polydesma umumnya tidak memiliki mata, sebagai gantinya mereka memiliki semacam "antena" untuk mengindera segala sesuatu yang ada disekitar mereka seperti makanan maupun potensi ancaman.

Di sepanjang tubuh mereka banyak terdapat pori atau lubang yang menghasilkan hidrosianida (HCN), asam format (asam semut) atau zat lain yang berfungsi sebagai alat pertahanan diri. Sebagian spesies melepaskan zat tersebut secara perlahan, namun diyakini sebagian lain dapat menyemprotkannya.

Hewan unik ini masih cukup sering di jumpai di hutan-hutan Kalimantan baik Hutan Lindung maupun hutan sekunder tidak terkecuali di sekitar pemukiman penduduk yang tinggal berdekatan dengan hutan. Di alam ia memakan tanaman hidup maupun yang telah membusuk dan dapat berpotensi menjadi hama karena memakan pucuk dan daun tanaman budidaya seperti tanaman hias dan sayur-sayuran. 

Tempat tinggal atau habitat yang umum adalah serasah atau tumpukan daun, bebatuan, sekitar pohon yang telah lapuk atau bahkan kulit kayu yang masih hidup. 

Data atau referensi tentang traktor milipede sendiri masih terbilang sedikit. Bahkan menurut beberapa sumber, masih banyak yang belum teridentifikasi. Ini tentunya menjadi peluang dan kesempatan yang baik bagi peneliti-peneliti dan ahli biologi khususnya Indonesia untuk dapat memberikan sumbangsihnya dalam mendeskripsikan dan memberi nama jenis-jenis yang belum teridentifikasi tersebut. 

Karena proses identifikasi tentunya membutuhkan keahlian dan waktu yang tidak singkat, maka kita wajib menjaga kelestarian hewan-hewan ini dengan cara menjaga hutan dan habitatnya. Agar hutan dan segala isinya tidak hanya tinggal cerita tetapi menjadi penyelamat umat manusia.

Share:

Facebook

Mengenai Saya

Foto saya
Yayasan Baraoi Mutiara Borneo (Bambo Foundation) | NGO Bidang Pendidikan, Sosial dan Lingkungan | Desa Tumbang Baraoi, Petak Malai, Katingan Kalimantan Tengah- Indonesia 74459